Pengerajin Semprong Petromak | BLOG INFORMASI KOTA DEPOK

Minggu, 16 Februari 2014

Pengerajin Semprong Petromak

Dizaman keemasannya dahulu, Semprong Petromak laris manis. Bak primadona desa yang diganderungi bujang dan gadis. Setiap aula bangunan kantor, rumah, warung, pos hansip, pasar tradisional, bahkan sekolah, ditempeli lampu yang mengeluarkan cahaya pijar itu. Kini zaman keemasan Semprong Petromak sudah pudar.
Jarang sekali melihat warga menggunakan Semperong Petromak untuk menerangi kediamannya. Mereka lebih memilih menggunakan listrik ketimbang Semprong Petromak.

Kondisi getir ini terpaksa dinikmati para perajin spare part Semprong Petromak. Mereka mengaku harus tetap bertahan ditengah gilasan zaman. Alasannya hanya satu: untuk menghidupi keluarga. “Kami harus terus bertahan kendati pengguna Semprong Petromak dari hari ke hari semakin berkurang. Itu semua demi menghidupi keluarga,” kata Adi Baung, pengerajin Semprong Petromak saat ditemui dibengkelnya di Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya.

Adi Baung mengakui kalau masa keemasan Semprong Petromak sudah lewat. Tidak akan terlihat lagi Semprong Petromak menempel indah di dalam kantor, sekolah, warung makan, dan perumahan. Namun, ia bersyukur masih banyak pedagang di pasar tradisional menggunakan alat tersebut. “Tinggal pedagang kaki lima saja yang masih mempercayakan penyinaran lapaknya ke Semprong Petromak. Itu pun tidak terlalu banyak,” katanya.

Menurut Adi Baung, pancaran pijar putih yang keluar dari lampu Semprong Petromak memberikan warna kesederhanaan bagi penggunanya. Kendati sesekali cahaya yang keluar dari lampu tersebut meredup. Tidak membuat susah sang pemilik. Cukup memompa sedikit minyak dalam tabung, serta mengatur pentil pencahayaanya. Cahaya pun akan kembali berpijar seperti sedia kala. “Itu dulu, sekarang kenyataanya Petromak seperti hilang ditelan bumi,” tuturnya.

Adi Baung berkata, kehidupan para pengerajin Semprong Petromak bergantung pada pedagang pasar tradisional.   Maraknya penggunaan petromak itu, terang Adi memberikan manfaat nilai ekonomis bagi perajin petromak. Terutama para penyedia Semprong Petromak. “Dahulu omzetnya bisa cukup untuk nafkah keluarga. Kini terus merosot nilainya,” katanya.

Terhitung sejak 1980-an usaha pembuatan Semprong Petromak itu digeluti Adi Baung. Cara pembuatannya pun masih menggunakan pola sederhana dan tradisionil. Adi mengaku pada masa keemasannya pun harga Semprong Petromak sangat murah. Satu semprong dihargai Rp100. Dalam sehari, ia mampu memproduksi 2 sampai 3 kodi sehari. “Sekarang ini satu kodi pun belum tentu selesai dalam waktu seminggu. Semuanya terus mengalami kemerosotan,” ucapnya.

Dia menambahkan merosotnya usaha Semprong Petromak ini terjadi sekitar 2004. Saat Wakil Presiden Jusuf Kalla gencar memberlakukan gas sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah. Binsis semprong pun langsung anjlok. Kendati saat ini, terang Adi, harga Semprong Petromak mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Satu buah Semprong Petromak dapat dijual seharga Rp1600 per unit.”Tapi jumlah pesan turun drastis. Saya tetap bertahan, karena hanya ini keterampilan saya,” ujar Adi Baung.

Menurutnya, perubahan kebijakan negara tidak hanya melorotkan bisnis Semprong Petromak. Melainkan ada sisi positifnya. Petromak saat ini telah berganti wajah. Tak lagi berbahan bakar minyak tanah seperti dulu. Tetapi menggunakan bahan bakar gas. Sehingga penggunaan kaca Semprong Petromak pun menjadi lebih bertahan lama. Berbeda, kata Adi, kala Petromak masih berbahan bakar minyak tanah. Kekuatan kaca Semprong Petromak saat itu tak mampu menahan tekanan minyak tanah. Sehingga sering kali pecah. “Ya, ada sisi positif dan negatif lah,” katanya.

Adi berkata, kendati saat ini orderan tak lagi mengalir deras. Maka ia pun menyiasati bahan baku produksi pembuatan seprong dengan menggunakan kaca bekas. Ia cukup memotong pecahan kata polos dengan ketebalan dua milimeter. “Jadi kaca sebagai bahan baku produksi tidak harus yang baru,” katanya.

Menurutnya, ia tidak lagi bekerja mengejar target produksi. Saat pesanan datang, Adi baru mulai bekerja. Pecahan kaca, dipotong dalam ukuran tertentu serta menyiapkan kaleng-kaleng bekas. Semuanya diramu menjadi suku cadang Semprong Petromak. Dia mengaku bahan bakunya itu harus dicari dari barang bekas saja. Agar biaya produksinya tak lagi meningkat. Meskipun dalam beberapa bagian harus dilakukan pemesanan. ”Misalnya untuk lembaran potongan kaleng yang lebarnya sekitar 1 centimeter. Harus dipesan dengan tukang potong,” tandasnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung. Silakan berikan komentarmu...