
Dari tangan terampil Lucky Lucas (62) lah, aneka miniatur tersebut
lahir. "Yang ada sekarang ini hanya tinggal sampel. Menara Eifel, Monas,
Masjid, dan Pagoda. Yang lainnya sudah diambil pemesannya," kata dia
saat ditemui dikediamannya, RT004 RW06, Kelurahan Bedahan, Kecamatan
Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat (Jabar).
Menurutnya, untuk membuat satu miniatur seperti Menara Eifel dibutuhkan
waktu dua sampai tiga minggu. Itu pun dikerjakan dengan waktu 22 jam.
Setiap pembuatan satu miniatur membutuhkan kesabaran, kehati-hatian,
ketelitian, dan kejelian. "Saya kadang tidur hanya dua jam sehari. Itu
semua dilakukan untuk memenuhi pesanan konsumen," kata Lucky.
Lucky menuturkan, dalam memilih bambu hitam pun tidak bisa dilakukan
sembarangan. Penggunaan bambu yang baru saja dipetik akan berdampak pada
hasil akhir. Makanya, ia selalu menggunakan bambu yang telah diberi zat
kimia. "Kalau bambu baru, dalamnya masih basah. Ketika digunakan akan
menciut. Kalau mambu menciut maka hasilnya kurang bagus," ujarnya.
Selain bambu, kata Lucky, dalam bekerja ia hanya ditemani pisau kater,
tang, pinset, lem kayu, pulpen, dan triplek. Khusus untuk triplek
digunakan untuk menggambar pola. "Semua miniatur terbuat dari potongan
bambu tanpa menggunakan paku. Pokoknya semuanya serba bambu hitam,"
tutur ayah tujuh anak itu.
Duda tiga orang cucu itu menambahkan, dulu ia pernah membuat Menara
Eifel ukuran lebih tinggi dari yang ada sekarang. Ukurannya 35x36x60 cm.
"Menara itu merupakan pesanan orang Belada. Mereka tertarik waktu
melihat hasil karya saya," ucap Lucky.
Lucky menuturkan, untuk satu miniatur harganya cukup tinggi. Itu semua
tergantung pada tingkat kesulitan dan pernak-pernik yang akan digunakan.
Harganya pun bervariatif dari mulai Rp350 ribu, Rp750 ribu, Rp1 juta,
sampai Rp3 juta. "Seseungguhnya pernak-perniknya yang bikin mahal."
Dia menjelaskan semua karya itu berbahan bambu hitam. Dipotong dan
diraut dalam ukuran yang dibutuhkan. Kemudian disatukan berdasarkan
model yang diinginkan. Kerja empat hari itu, tegas dia, hanya untuk
membuat sebuah miniatur bangunan yang dibutuhkan. Tentunya dengan
kerumitan berbeda-beda antara satu dengan bangunan lainnya. Sehingga
waktu penyelesaiannya pun bisa berbeda.
Menara eifel, ungkap pria mualaf itu, memiliki keunikan tersendiri.
Terutama pada potongan bambu yang dibutuhkan. Karena bentuk aslinya
merupakan sambungan besi yang memiliki ukuran berbeda-beda pula. "Ada
potongan bambu yang ukurannya sama seperti jarum. Paling besar
berdiameter 0,2 milimeter," paparnya.
Potongan bambu yang sudah siap untuk dirangkai, tinggal dirangkai
menggunakan lem. Agar mempermudah penyambungannya dibutuhkan alat
pendukung, seperti pinset dan tang. "Dua alat itu begitu penting.
Memagang potongan bambu yang sudah berukuran kecil-kecil," katanya.
Dia mengaku kreatifitasnya ini sangat jarang. Sehingga pembelinya pun
tak banyak. Biasanya miniatur itu dibeli melalui pesanan. Ia
menambahkan, untuk pengembangan usahanya ia membutuhkan perhatian
Pemerintah Kota (Pemkot) Depok. "Katanya Pemkot Depok memperhatikan
perkembangan UKM. Kok, saya yang hanya membutuhkan modal bantuan modal
Rp5 juta tidak pernah mendapatkan bantuan. Berulang kali meminta bantuan
tapi tidak pernah digubris,"kata dia.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Silakan berikan komentarmu...